Ketika
Allah SWT menjadikan Islam sebagai jalan kehidupan bagi kaum muslimin, tentulah
Allah sudah mengetahui akan berbagai hal yang akan dihadapi oleh manusia (baca;
kaum muslimin) itu sendiri. Karena Islam menginginkan adanya penyelesaian dan
kedamaian atas segala hal yang menimpa manusia dalam kehidupan mereka. Dan
seperti itulah sesungguhnya profil al-Islam. Islam merupakan pegangan hidup
manusia yang mampu mengantarkan mereka pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia
maupun di akhirat, serta mampu mengentaskan segala problematika yang mereka
hadapi.
Sejarah telah memperlihatkan kepada kita, betapa Islam mampu
menjadi poros dunia yang memimpin serta menguasai peradaban dalam waktu yang relatif
lama. Dan jika diperhatikan, kejayaan dan kemajuan Islam sangat identik dengan
kekomitmenan mereka terhadap Islam. Demikian juga sebaliknya, ketika komitmen
tersebut telah meluntur maka kejayaan Islam pun mulai pudar, seiring pudarnya
keimanan kaum muslimin. Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya telah
mengingatkan kepada kita:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ
بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِهِ
(رواه مالمك)
‘Rasulullah SAW bersabda, ‘Aku tinggalkan pada kalian dua
perkara, yang kalian tidak akan pernah tersesat selagi masih berpegang teguh
pada keduanya; yaitu Kitabullah (al-Qur’an) dan sunah nabinya (al-Hadits).’ (HR.
Imam Malik)
Kemunduran kaum muslimin juga merupakan bagian dari
‘kesesatan’ sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits di
atas. Karena dalam kondisi mundur, sangat mudah bagi musuh-musuh Islam untuk
melancarkan berbagai hujaman kepada Islam, baik berbentuk politik, ekonomi,
militer, pendidikan dan lain sebagainya, sebagaimana yang terjadi sekarang ini.
Kemudian kemunduran seperti ini pun disebabkan karena mengendurnya komitmen
kaum muslimin terhadap Islam. Untuk itulah, perlu kiranya bagi kita untuk
mengkaji ulang tentang hakikat dinul Islam secara utuh dan menyeluruh agar kita
dapat kembali meraih kejayaan yang telah hilang dari tangan kita.
Mengenal Islam
Dari segi bahasa, Islam berasal dari kata aslama yang
berakar dari kata salama. Kata Islam merupakan bentuk mashdar (infinitif) dari
kata aslama ini.
الإسلام مصدر من أسلم يسلم إسلاما
Ditinjau dari segi bahasanya yang dikaitkan dengan asal
katanya, Islam memiliki beberapa pengertian, di antaranya adalah:
1. Berasal dari ‘salm’ (السَّلْم)
yang berarti damai.
Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman (QS. 8: 61)
وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا
وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka
condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Kata ‘salm’ dalam ayat di atas memiliki arti damai atau
perdamaian. Dan ini merupakan salah satu makna dan ciri dari Islam, yaitu bahwa
Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat manusia pada perdamaian.
Dalam sebuah ayat Allah SWT berfirman: (QS. 49: 9)
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأُخْرَى
فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin
berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan
itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang
berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika
golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.”
Sebagai salah satu bukti bahwa Islam merupakan agama yang
sangat menjunjung tinggi perdamaian adalah bahwa Islam baru memperbolehkan kaum
muslimin berperang jika mereka diperangi oleh para musuh-musuhnya. Dalam
Al-Qur’an Allah berfirman: (QS. 22: 39)
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ
ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang
diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah,
benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.”
2. Berasal dari kata ‘aslama’ (أَسْلَمَ)
yang berarti menyerah.
Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemeluk Islam merupakan
seseorang yang secara ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya hanya kepada Allah
SWT. Penyerahan diri seperti ini ditandai dengan pelaksanaan terhadap apa yang
Allah perintahkan serta menjauhi segala larangan-Nya. Menunjukkan makna
penyerahan ini, Allah berfirman dalam al-Qur’an: (QS. 4: 125)
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ
وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا
وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang
yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil
Ibrahim menjadi kesayanganNya.”
Sebagai seorang muslim, sesungguhnya kita diminta Allah
untuk menyerahkan seluruh jiwa dan raga kita hanya kepada-Nya. Dalam sebuah
ayat Allah berfirman: (QS. 6: 162)
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Karena sesungguhnya jika kita renungkan, bahwa seluruh
makhluk Allah baik yang ada di bumi maupun di langit, mereka semua memasrahkan
dirinya kepada Allah SWT, dengan mengikuti sunnatullah-Nya. Allah berfirman:
(QS. 3: 83)
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ
أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ
يُرْجَعُونَ
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama
Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di
bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka
dikembalikan.”
Oleh karena itulah, sebagai seorang muslim, hendaknya kita
menyerahkan diri kita kepada aturan Islam dan juga kepada kehendak Allah SWT.
Karena insya Allah dengan demikian akan menjadikan hati kita tenteram, damai
dan tenang (baca: mutma’inah).
3. Berasal dari kata istaslama–mustaslimun (اسْتَسْلَمَ – مُسْتَسْلِمُوْنَ):
penyerahan total kepada Allah.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 37: 26)
بَلْ هُمُ الْيَوْمَ مُسْتَسْلِمُونَ
“Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.”
Makna ini sebenarnya sebagai penguat makna di atas
(poin kedua). Karena sebagai seorang muslim, kita benar-benar diminta untuk
secara total menyerahkan seluruh jiwa dan raga serta harta atau apapun yang
kita miliki, hanya kepada Allah SWT. Dimensi atau bentuk-bentuk penyerahan diri
secara total kepada Allah adalah seperti dalam setiap gerak gerik, pemikiran,
tingkah laku, pekerjaan, kesenangan, kebahagiaan, kesusahan, kesedihan dan lain
sebagainya hanya kepada Allah SWT. Termasuk juga berbagai sisi kehidupan yang
bersinggungan dengan orang lain, seperti sisi politik, ekonomi, pendidikan,
sosial, kebudayaan dan lain sebagainya, semuanya dilakukan hanya karena Allah
dan menggunakan manhaj Allah. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 2: 208)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي
السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Masuk Islam secara keseluruhan berarti menyerahkan diri
secara total kepada Allah dalam melaksanakan segala yang diperintahkan dan
dalam menjauhi segala yang dilarang-Nya.
4. Berasal dari kata ‘saliim’ (سَلِيْمٌ)
yang berarti bersih dan suci.
Mengenai makna ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 26:
89):
إِلاَّ مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati
yang bersih.”
Dalam ayat lain Allah mengatakan (QS. 37: 84)
إِذْ جَاءَ رَبَّهُ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati
yang suci.”
Hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang suci
dan bersih, yang mampu menjadikan para pemeluknya untuk memiliki kebersihan dan
kesucian jiwa yang dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia
maupun di akhirat. Karena pada hakikatnya, ketika Allah SWT mensyariatkan
berbagai ajaran Islam, adalah karena tujuan utamanya untuk mensucikan dan
membersihkan jiwa manusia. Allah berfirman: (QS. 5: 6)
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ
حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah sesungguhnya tidak menghendaki dari (adanya
syariat Islam) itu hendak menyulitkan kamu, tetapi sesungguhnya Dia
berkeinginan untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.”
5. Berasal dari ‘salam’ (سَلاَمٌ)
yang berarti selamat dan sejahtera.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: (QS. 19: 47)
قَالَ سَلاَمٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ
رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا
Berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu,
aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik
kepadaku.”
Maknanya adalah bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa
membawa umat manusia pada keselamatan dan kesejahteraan. Karena Islam
memberikan kesejahteraan dan juga keselamatan pada setiap insan.
Adapun dari segi istilah, (ditinjau dari sisi subyek manusia
terhadap dinul Islam), Islam adalah ‘ketundukan seorang hamba kepada wahyu
Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad SAW guna
dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/ aturan Allah SWT yang dapat
membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan
akhirat.’
Definisi di atas, memuat beberapa poin penting yang dilandasi
dan didasari oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Di antara poin-poinnya adalah:
1. Islam sebagai wahyu ilahi (الوَحْيُ
اْلإِلَهِي)
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut
kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya).”
2. Diturunkan kepada nabi dan rasul (khususnya Rasulullah
SAW) (دِيْنُ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ)
Membenarkan hal ini, firman Allah SWT (QS. 3: 84)
قُلْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا
وَمَا أُنْزِلَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
وَالأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَالنَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لاَ
نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa
yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma`il, Ishaq,
Ya`qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, `Isa dan para
nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka
dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri.”
3. Sebagai pedoman hidup (مِنْهَاجُ
الْحَيَاةِ)
Allah berfirman (QS. 45: 20)
هَذَا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ
لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Al Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang meyakini.”
4. Mencakup hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah SAW
(أَحْكَامُ اللهِ فِيْ كِتَابِهِ وَسُنَّةُ
رَسُوْلِهِ)
Allah berfirman (QS. 5: 49-50)
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ
بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ
النَّاسِ لَفَاسِقُونَ * أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ
مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika
mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki,
dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang
yang yakin?”
5. Membimbing manusia ke jalan yang lurus. (الصِّرَاطُ الْمُسْتَقِيْمُ)
Allah berfirman (QS. 6: 153)
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku
yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”
6. Menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. (سَلاَمَةُ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ)
Allah berfirman (QS. 16: 97)
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى
وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.